Sunday, August 8, 2010

Deobandi dan Sejarah Kebangkitan Islam di India-Pakistan (Sebuah Sketsa Awal)

Deobandi merupakan sebuah gerakan keagamaan yang lahir di 'Deoband' (Uttar Pradesh) India, bermula dari sebuah madrasah dengan nama Darul Ulum Deoband. Dengan banyaknya pengikut dan pengaruh madrasah ini maka tidak heran kalau akhirnya institusi seperti Deoband kemudian berkembang menjadi sebuah pergerakan religius yang besar dan menyebar hampir disetiap komunitas Muslim Sunni di Pakistan. Disamping para pengikut kelompok lainnya seperti Barelwi, Jama’ah Tabligh dll. Kendati demikian banyak kritik dan kecaman menentang ajaran-ajaran Deoband , tapi eksistensinya masih meluas hingga saat ini. Tidak diragukan lagi dengan kehebatan para ulama mereka, tercatat bahwa pendiri Barelwi, Tablighi Jamaat dll merupakan hasil didikan madrasah Darul Ulum Deoband.
Berikut ini sedikit ikhtisar tentang sejarah, perkembangan dan kiprahnya dalam menegakkan Shariat Islam yang berpedoman pada Quran dan Sunnah, begitu juga dengan perjuangannya untuk kemerdekaan bangsa dari kolonialisme yang saat itu berekspansi di Sub-Continent. Disamping juga pertanyaan seputar Deobandisme 'sebuah kepercayaan atau sekte' serta eksistensi mereka sekarang ini, sedikit banyak juga akan dibahas disini.

Dar-ul-Ulum Deoband; Batu Pertama Revivalisme Islam

Darul Ulum Deoband didirikan pada 30 Mei 1867 pada sebuah masjid kecil di kota Deoband oleh Maulwi Fadlur Rahman, Maulwi Zulkfikar Ali dan Maulwi Muhammad Mahmud. Murid pertama yang mengemban ilmu di madrasah ini adalah Syeikhul Hind Maulana Mahmud-ul-Hasan dan kemudian pada akhir tahun jumlahnya meningkat hingga 78 pelajar. Disebutkan bahwa sebenarnya cikal bakal berdirinya Daar-ul-Ulum Deoband merupakan buah pemikiran Maulana Muhammad Qasim Nanotwi (1833-1877), yang mana beliau berharap tidak adanya beban finansial bagi pelajar dan pengajarnya sehingga proses belajar mengajar dapat terlaksana dengan penuh takwa dan ikhlas karena Allah swt. Kemudian pada tahun 1880 Maulana Muhammad Qasim meninggal dan posisinya digantikan oleh Maulana Rashid Ahmed Gangohi (1829-1905).
Sekitar tahun 1867 Darul Ulum Deoband memulai belajar dari bawah pohon pada sebuah Masjid Chatta, dan ketika masjid ini tidak dapat menampung lagi jumlah pelajar yang semakin bertambah hari demi hari akhirnya dibangunlah masjid lainnya yang kemudian berpindah pada tahun 1874. Perkembangan pesat terjadi pada jumlah pelajar yang terus berdatangan di madrasah ini sehingga ia harus mulai mengepakkan sayapnya dengan pembangunan-pembangunan gedung dan penambahan fasilitas belajar seperti gedung fakultas Hadist yang telah diseleseikan pada tahun 1931 dan gedung fakultas Tafsir. Pada tahun 1940, Raja Zahir Shah Afghanistan telah membangun Gerbang madrasah yang kemudian diberi nama 'Baab-uz-Zahir'.
Darul Ulum juga dikenal dengan sebutan Qasim-ul-Ulum yang diambil dari nama Maulana Muhammad Qasim Nanotwi sebagai pendirinya dan institusi ini merupakan institusi religius dengan sistem pendidikan yang bagus. Perlu diingat bahwa Deobandi adalah pengikut madzhab fiqh Abu Hanifa, sedangkan untuk aqidah mereka mengikuti Abu Mansur Maturidi. Sekitar seribu pelajar lebih mengemban pendidikan di madrasah ini sedangkan yang empat ratus nya mendapatkan fasilitas asrama. Pelajar yang berdatangan kesini bukan hanya berasal dari India tapi juga dari berbagai negara muslim lainnya seperti Afghanistan, Afrika Selatan dan Inggris. Jamiah Millia Nawakhali dan Madrasah Qasim-ul-Ulum Muradabad juga termasuk cabang dari institusi ini.
Ada beberapa ajaran yang dipegang kuat oleh Deobandi dan dianggap sebagai elemen dasar mereka, yaitu: (i) Tauhid, konsep yang mereka fahami sebagai Abrahamic monotheism bahwa tidak ada sesuatupun yang dapat menyerupai sifat-sifat Nya. (ii) Mengikuti Sunnah, yaitu menerapkan dan mengamalkan ajaran Rasulullah Sallalluhu Alaihi Wassalam. (iii) Mencintai para Sahabat Rasulullah Sallalluhu Alaihi Wassalam dengan mengikuti tindak-tanduk mereka. (iv) Taqlid wal Ittiba', memberikan preferensi kepada salah satu yurisprudensi Islam yang terdahulu. (v) Jihad fi Sabilillah, mengerjakan jihad yaitu berjuang di jalan Allah Swt.
Sedangkan metode pengajaran yang digunakan dalam madrasah ini yaitu mengikuti sylabus belajar-mengajar pada zaman Rasulullah Sallallahu Alaihi Wassalam hingga abad ke-10 Hijriyah; yang menitikberatkan pada sistem belajar tradisional dalam Islam yaitu menghubungkan nalar rasionil dan ilmu tradisional (traditional science). Adapun buku-buku pokok yang diajarkan pada setiap kurikulumnya sekitar 11 buku hadist dan beberapa buku tambahan untuk materi-materi lainnya, sedangkan kurikulum lengkapnya mencapai 81 buku yang akan dipelajari. Dibawah kuasa Maulana Rashid Ahmad Gangohi institusi ini meniadakan mata pelajaran seperti ilmu logika dan filsafat seperti yang dilakukan oleh Shah Wali Allah pada Rahimiyah yaitu dengan menekankan belajar al-Qur'an, Hadist dan Fiqh.
Rizvi memaparkan tiga metode yang mereka terapkan pada institusi ini: (i) primer (yaitu memahami kandungan isi buku), (ii) tingkat menengah (mengerti isi buku dan topik disamping juga naskah buku), (iii) tingkat tinggi (lebih menekankan pada diskusi dan pemahaman yang mendalam).
Bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Urdu, maka setiap pelajar harus mengerti dan bisa menggunakan bahasa tersebut baik dari dalam negri maupun luar negri. Dan disebutkan bahwa Deoband merupakan institusi pendidikan pertama kali di India yang tidak menarik biaya kepada pelajarnya selama lebih dari se-abad. Pada akhir abad ke-19 banyak madrasah-madrasah yang dikenal dengan Deoband dari Peshawar hingga Madras, dan mereka terdaftar mencapai 8934 madrasah, primer maupun tingkat lanjut, sampai sekarang-pun masih terus menyebar dengan satu karakteristiknya yaitu merupakan divisi utama bagi ulama sub-continent.

Landasan dan Karakteristik Darul Ulum Deoband

Mereka biasa menyebut landasan utama tersebut dengan 'Maslak-e-Darul Uloom' yang mana ada tujuh pokok dasar pada ajaran mereka, yaitu:
Pertama adalah pengetahuan Shariah yang didalamnya meliputi seluruh cabang-cabang iman dan kepercayaan yang terangkum pada enam rukun iman, kemudian ketaatan untuk melaksanakan Ibadah (lima rukun Islam) dan menjaga hubungan baik dengan hal-hal duniawi. Dengan pengetahuan ini diharapkan seorang muslim dapat menerapkannya pada setiap sisi kehidupan, paling tidak itu merupakan bekal agar bisa membedakan yang Haq dan yang Batil, yang Makruh dan yang Mandub, karena dengan demikian akan tercipta sebuah komunitas muslim yang egaliter dan meletakkan segala sesuatu secara proporsional dan efisien.
Yang kedua adalah mengikuti jalan yang benar, yang mencakup pendidikan yang baik, penyucian diri dan spiritual traversing (Sulook-e-Batin). Dengan kata lain dimaksudkan untuk mengikuti jejak para Sufi sebagaimana mereka juga berpedoman pada Qur’an dan Sunnah, bukan hanya menjalankan rukun iman dan Islam tapi lebih daripada itu adalah bagaimana seorang muslim dapat mengerjakan Ihsan atau beribadah semaksimal mungkin, yaitu menerapkan Maqamat dan Ahwal seperti Taubat, Ridlo, dll.
Yang ketiga adalah keselarasan dengan Sunnah, segala hal yang diperbuat hendaknya sesuai dengan Sunnah Rasulullah saw. baik perkataan maupun perbuatan. Sebelum mengerjakan sesuatu hendaknya kembali kepada ajaran Islam, disinilah peran pengetahuan tentang Shariah itu penting untuk dijadikan pedoman sehingga kita bisa membedakan mana yang benar dan yang salah.
Yang keempat adalah mengikuti madzhab Imam Hanafi, hal-hal yang berkenaan dengan furu'iyat dan ijtihad dalam mengambil hukum merupakan bagian dari ilmu fiqh, para pendahulu Darul Ulum sebagian besar mereka pengikut madzhab Hanafi.
Yang kelima adalah berdasarkan dialektika al-Maturidi, segala hal yang bersangkutan dengan kepercayaan dan cara pandang dengan nalar logika yang benar, khususnya masalah-masalah aqidah dan hukum, mereka mengikuti metode Ahlus Sunnah wal Jamaah yang direpresentasikan oleh Ash'ari dan al-Maturidi.
Yang keenam adalah bertahan untuk melawan perbedaan, yaitu berusaha untuk membela yang benar dan menentang doktrin-doktrin yang mencoba untuk merusak akidah umat Islam. Didalamnya termasuk Amr Ma'ruf Nahi Munkar, dakwah kepada yang benar dari segala hal yang berbau kemusyrikan, dll.
Yang terakhir adalah ketaatan terhadap Qasim dan Rashed, sebagai pelajar Darul Ulum Deoband sudah selayaknya ikut merasakan dengan hati dan jiwa atas perjuangan para pendiri dan pendahulu Deoband dan hal ini biasa mereka sebut dengan istilah 'Mashrab' yaitu kecondongan, nature, sifat dan tingkah laku bagi pengikut Deoband. Sebagaimana ditetapkan dalam konstitusi mereka yang diresmikan pada tahun 1368 H : "Jalan yang dilampaui Darul Ulum adalah Deoband, yang mengikuti madzhab Hanafi yang selaras sengan Ahlus Sunnah wal Jamaah, dan berkarakter (Mashrab) seperti para pendirinya yang suci, Hazrat Maulana Muhammad Qasim Nanotwi dan Hazrat Maulana Rashid Ahmad Gangohi."
Oleh karena itu, tujuh faktor diatas merupakan bagian yang paling esensial dimana pendidikan dan aktifitas Darul Ulum Deoband berdiri dan berjalan hingga sekarang. Mereka mengibaratkan ketujuh hal tersebut adalah tujuh benih dan dari setiap benih tersebut akan tumbuh seratus butir. Tujuh benih ini diekspresikan kedalam Shariah, Iman, Islam, Ihsan dan 'Idzhar al-Din', sebagaimana telah diriwayatkan dalam Hadist Jibril Alaihis Salam tentang Iman, Islam, dan Ihsan.
Adapun beberapa karakterististik madrasah Deoband adalah: (i) mengikuti ajaran ahli sunah seperti yang diajarkan oleh Shah Wali Allah, (ii) mereka juga tidak menjauhkan wahyu dari akal namun juga tidak mengedepankan akal lebih dari segalanya, karena akal adalah salah satu alat untuk membuktikan kebenaran wahyu. (iii) ulama deoband kontemporer berapi-api menyebarkan ilmu pengetahuan Islami untuk melindungi aqidah Islam dari bid'ah dan khurafat. Dengan demikian mereka berusaha kritis untuk menumbangkan aqidah dan ajaran-ajaran yang melenceng, seperti yang dilakukan oleh Maulana Muhammad Yusuf Bannuri yang menentang Qadiyaniyah dan menganggap mereka keluar dari Islam, beliau juga mengkritik penjelasan ayat-ayat al-Quran (Quran Commentary) milik Sir Syed Ahmad Khan.

Deobandi dan Kolonialisme Inggris

Salah satu tujuan dari didirikannya Deoband yaitu sebagai reaksi dari kolonialisasi Inggris di India, para pendiri Deoband sama sekali tidak pernah bersahabat dan bahkan menentang kolonial Inggris pada perang kemerdekaan 1857, banyak dari pengikutnya yang mendekam di penjara atau hilang. Sebagai solusi dan kontribusi mereka dalam menangani masalah-masalah dalam negri tersebut maka mereka menitik beratkan pada kebangkitan agama (religious revival) dalam masyarakat muslim India. Tekanan tersebut nampaknya juga telah terklarifikasi pada awal mereka berdiri dengan landasan agama yang ingin membangkitkan lagi ruh keagamaan dikalangan masyarakat Muslim India khususnya. Bentuk kontribusi mereka sangat besar sekali terlihat pada pengaruh ideologi yang tersebar luas melalui masjid-masjid dan mimbar-mimbar untuk melawan pemerintahan Inggris.
Seperti halnya Indonesia dan beberapa negara lainnya, oknum agama juga berperan penting dalam kemerdekaan negara. Di Indonesia, pergerakan-pergerakan kelompok agama seperti Sarikat Islam dan beberapa organisasi lainnya juga telah ikut serta mengepakkan sayapnya untuk memperjuangkan negaranya dari kolonialisme Belanda. Di Sub-Continent, seperti Jamaatul Ulama Hind adalah organisasi yang didirikan oleh beberapa ulama Deoband yang kemudian masih berlanjut di Pakistan dengan nama Jamaatul Ulama-i-Islam hingga sekarang masih aktif dalam perpolitikan Pakistan.
Dengan berbekal ilmu pengetahuan dan moral baik mereka bergerak untuk mengabdi pada agama, masyarakat dan negara, dimana mereka selalu menitik beratkan ajaran-ajaran yang telah dibawa oleh Rasulullah saw. dalam Hadist-hadist yang mereka pelajari pada institusi ini. Sehingga semangat jihad dan mengabdi pada negara senantiasa mengalir begitu ringan karena Jihad itu sendiri merupakan komponen penting setelah Tauhid, Mengikuti Sunnah, Mencintai para Sahabat Rasulullah dan Taqlid wal Ittiba' seperti yang telah dipaparkan di atas, karena Jihad untuk bangsa juga merupakan Jihad fisablillah.

Deobandi; Sekte atau Keyakinan?

Qasimul Ulum adalah inti dari awal mula Darul Ulum Deoband didirikan, bahkan untuk pertama kalinya Deobandisme merupakan Waliyullahisme dan kemudian Qasimisme, yang mana keduanya bukanlah proses belajar-mengajar saja, atau dengan kata lain, Deoband bukan saja sebuah madrasah tapi ia adalah sebuah madzhab (school of thought).
Oleh karena itu ia menjadi jelas bahwasanya Deobandi lebih pas disebut sebagai sebuah madzhab atau keyakinan (creed) daripada disebut sebagai sekte, yang mana istilah ini tidak banyak diterima oleh masyarakat Pakistan khususnya. Muhammad Iqbal dalam syairnya mengatakan ketika seseorang bertanya tentang Deobandi, apakah ia sebuah keyakinan (creed) atau sekte? Kemudian Muhammad Iqbal menjawab ia bukanlah sebuah keyakinan dan bukan sebuah sekte, Deoband merupakan nama bagi para religious rationalist.

Deobandi Kontemporer; antara Radikalisme dan Sufisme

Sekitar pertengahan April 2000, Pemerintah Pakistan telah memberikan izin selama tiga hari untuk mengadakan konferensi yang diselenggarakan oleh partai politik muslim Deobandi yaitu Jamiat Ulama Islami (JUI), beberapa pembicara yang hadir sepakat dan menentang deklarasi politik Barat. Karena pada dasarnya ajaran Deoband menentang hal-hal yang berbau Barat termasuk sistem pemerintahan Barat. Oleh karenanya mereka ingin mengembalikan Islam kepada ajaran-ajarannya yang suci dari kebobrokan yang berasal dari pengaruh Barat.
Wal hasil, para ‘fundamentalis’ Deoband sedikit banyak telah memberi inspirasi kepada lahirnya kelompok Taliban yang kemudian meyebar luas dibandingkan dengan para fundamentalis muslim sendiri. Sebagian besar pemimpin Taliban mengikuti seminari Deobandi di Pakistan, karena pada dasarnya mereka memiliki kesamaan seperti mengikuti madzhab Hanafi yaitu Islam Sunni, yang mana selama 200an tahun Deoband merupakan ‘gambaran’ wajah Islam Sunni di India. Sedangkan minoritas pengikutnya dikenal dengan para Sufi.
Walaupun mayoritas penduduk Muslim di Pakistan adalah Sunni pengikut madzhab Hanafi, para teologlah yang mendorong Pakistan menuju Islam radikal selama beberapa dekade, sebagaimana para pendiri Taliban yang disertai dengan retorika dan idealisme Wahabi. Aliran ini berasal dari para teolog madzhab Hanbali Saudi yang berimigrasi ke Pakistan sekitar abad ke-18 masehi, dengan maksud ingin membantu umat Muslim India dengan inspirasi teologi Hanbali melawan kolonialisme Inggris, dimana worldview Wahabi kemudian meningkat dan melebur bersama menyebarnya aliran Deobandi di Asia Selatan.
Bagaimanapun, kontribusi Deoband dalam menjaga pertahanan Islam di Asia Selatan amat besar dengan jumlah mereka yang selalu meningkat, banyak usaha yang sudah mereka upayakan, meskipun dengan sumber finansial yang mereka miliki, tapi proses belajar mengajar tetap berjalan hingga sekarang, bahkan bisa dikatakan bahwa kemanapun para ulama Deoband pergi, prioritas utama mereka adalah mendirikan sebuah madrasah, mereka adalah para inisiator yang kemudian diikuti oleh para muslim lainnya di belahan dunia.
Banyak dari ulama mereka sekarang berinisiatif untuk merubah sistem dan mengakomodasinya sesuai dengan perkembangan zaman dan dunia, bagaimanapun, 'ijtihad' dan mengikuti jejak sebelumnya tidaklah mudah bagi mereka yang 'taqlid' dari zaman ke zaman.

Penutup

Melihat dari tenet dan dasar-dasar yang mereka ajarkan, Deoband tidak lain adalah sebuah gerakan yang berbasis Islam Sufi dengan memegang Shariah dan mengikuti jejak para Shaikhnya seperti Qasim Nanotwi dan Rashid Ahmad Gangohi. Bermula dari sebuah tempat belajar-mengajar yang kecil hingga kemudian meluas menjadi institusi besar dan terkenal. Hal ini merupakan kontribusi mengagumkan bagi Umat Islam dan muslim Sub-Continent khususnya. Berbagai cabang-cabang ilmu agama menjadi kurikulum pokok dalam kegiatan belajar di Darul Ulum Deoband, mulai dari ilmu Tafsir, ilmu Hadist, ilmu Fiqh hingga ilmu logika dan filsafat. Walaupun kemudian banyak mengalami perubahan sylabus pelajaran pada tahun-tahun berikutnya, namun hingga saat ini institusi Deoband telah banyak melahirkan ulama-ulama hebat seperti Husein Ahmed Madani, Maulana Ashraf Ali Tanawi, Ilyas Khandhelawi, Ubaidullah Sindhi, Muhammad Zakariya al-Kandahlawi, dll.
Deoband juga mengepakkan sayapnya dalam pergerakan kemerdekaan dari belenggu kolonialisme Inggris, salah satunya dengan membentuk partai yang mereka sebut dengan Jamaatul Ulama Hind yang setelah partisi menjadi Jamaatul Ulama-i-Islam hingga sekarang.
Wallahu a’lam

Referensi

A. Buku
Ali Riaz, Faithful education; Madrassahs in South Asia, Rutgers University Press, New Jersey, 2008.
Barbara D. Metcalf, Islamic Revival in British India: Deoband, 1860–1900, Princeton University Press, New Jersey, 1982.
Bernard Lewis, CH. Pellat dan J. Schacht (ed), Brill Encyclopedia of Islam, vol.II, Brill, Leiden, 1991
Farish M noor, Sikander dan Bruinessen (ed) The Madrasa In Asia; The Madrasa in Asia; Political Activism and Transnational Linkages, Amsterdam University Press, Amsterdam, 2008.
Fazale Kareem, Sir Syed Ahmed Khan; Reformer and First Protagonist of Muslim Nationalism, Compusing Centre, Karachi, 1987
MM Sharif (ed), A History of Muslim Philosophy, Rutgers University Press, Weisbaden, 1966.
Mohammad Qasim Zaman, The Ulama in Contemporary Islam, Princeton University Press, New Jersey, 2002
__________, Ashraf Ali thanawi, Oneworld, Oxford, 2007.
New Cambridge history of India; Socio-Religious Reform Movements in British India, Vol III.1, Kenneth W Jones, Cambridge university Press, New york, 2006
Usha Sanyal, Ahmad Riza khan Barelvi, Oneworld, Oxford, 2005.
Wilfred Cantwell Smith, Modern Islam in India, London, 1962.

B. Jurnal
History of Darul Uloom Deoband, Vol.1, 1980

C. Internet
http://darululoom-deoband.com/english/aboutdarululoom/the_tack.htm
http://www.hindu.com/2006/04/18/stories/2006041805780800.htm

No comments:

Post a Comment